Hal penting sebelum membuat rumah walet
Keberuntungan serta
akal budi manusia menuntun mereka menciptakan rumah walet. Pembuatan rumah
walet diawali dengan diisinya bagian-bagian rumah tua yang gelap dan sedikit
lembab oleh sekelompok walet. Di Indonesia, Keberhasilan berbagai rumah walet tua telah mengilhami beberapa orang
untuk meniru suasana gelap dan lembabnya rumah walet tua. Beberapa dari rumah
“tiruan” tersebut ditempati oleh populasi walet. Namun, lebih banyak yang tidak
atau belum berhasil. Ketidakberhasilan ini umumnya terjadi karena para
pengusaha umumnya meniru bangunan bakal rumah walet yang belum berhasil. Rumah
walet yang sudah berproduksi sama sekali tidak boleh dikunjungi orang lain sehingga
sedikit kemungkinannya untuk ditiru. Faktor keamanan menjadi pertimbangan dalam
membangun rumah walet sehingga bakal rumah walet banyak yang dibuat di tengah
kota. Untuk lebih mengamankan agar bangunan dapat menghasilkan sarang, banyak
orang merancang rumah walet sekaligus sebagai tempat usaha ataupun tempat
tinggal. Banyak bangunan bakal rumah walet dengan rancangan
lantai pertama sebagai rumah makan, lantai kedua sebagai rumah tinggal, dan
lantai ketiga sebagai rumah walet. Pemilik sama sekali tidak memperhitungkan,
atau mungkin juga memang tidak mengetahui, bahwa walet berpotensi sebagai
penyebar penyakit yang bersifat anthropo-zoonosis. Penyakit-penyakit
anthropo-zoonosis dapat ditularkan kepada manusia melalui air liur atau kotoran
walet, serta gigitan berbagai serangga, terutama nyamuk.
Kurang
perhitungan
Satu kekurangan besar
dalam perhitungan telah terjadi. Secara alami, walet makan serangga terbang
yang seluruhnya masih dihasilkan oleh alam. Ketersediaan pakan pun relatif
terbatas dan sangat bergantung pada keadaan alam sehingga populasi walet yang
dapat didukung oleh suatu kawasan pun menjadi terbatas. Di lain pihak, daya
jelajah walet untuk mencari pakan juga ada batasnya. Misalnya dari satu kawasan
tersedia sejumlah serangga terbang yang dapat “diolah” oleh suatu populasi
walet menjadi 100 kg sarang. Jika pada kawasan tersebut terdapat sebuah rumah
walet, rumah walet tersebut dapat menghasilkan 100 kg sarang walet per tahun.
Namun, jika di daerah tersebut terdapat 100 buah rumah walet, rata-rata setiap
rumah hanya akan menghasilkan 1 kg sarang setiap tahun. Suatu kenyataan bahwa
ada rumah walet yang setiap tahun dapat menghasilkan sekitar 125 kg sarang.
Karena itu, tidaklah mengherankan pula jika banyak rumah walet yang sejak dibangun
belum pernah dihuni oleh seekor walet pun. Hal ini menjadikan banyak investasi
yang sangat merugikan–suatu impian yang membuat linglung.
Hal penting sebelum membuat rumah sarang burung walet
Setelah mendapat
lokasi yang tepat, langkah selanjutnya adalah mempersiapkan pembangunan/rumah
walet. Tentunya bangunan harus memerhatikan aspek-aspek, supaya sesuaikan
dengan kebutuhan walet sehingga burung walet mau hinggap, betah, dan berkembang
biak di dalamnya.
Hal yang paling
penting dalam persiapan membuat rumah walet adalah memperhitungkan bagaimana
mengatur suhu rumah walet tetap sesuai dengan suhu udara dan kelembaban udara
pada alam habitat aslinya.
Ada beberapa teknik
yang bisa digunakan untuk membuat rumah walet tetap terjaga suhu dan
kelembabannya.
Suhu Rumah Walet
Suhu di dalam gedung
idealnya 27 – 29 derajat C dalam kondisi demikian sangat berpengaruh terhadap
perkembangan populasi dan kualitas sarang. Suhu yang terlalu tinggi 30 – 32
derajat C air liur walet akan cepat mengering apalagi kalau kelembaban juga
rendah akibatnya sarang retak dan keropos.
Telur yang dihasilkan
juga kurang bagus, hal-hal seperti ini harus dihindari, karena berujung pada
tidak berkembangnya populasi, lebih parah lagi rumah walet yang telah kita buat
akan ditinggal pergi oleh burung walet. Demikian juga kalau sebaliknya, bila
kita bisa mengendalikakn suhu sesuai dengan habitat makro, walet akan betah
tinggal dan berkembang biak dengan baik.
Oleh sebab itulah
penanganan suhu ruang harus diperhatikan dengan serius. Agar suhu bisa stabil
di kisaran 27 – 29 derajat C dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut:
Ventilasi Udara
Untuk gedung walet
yang berlokasi di dataran rendah yang bersuhu rata-rata 31-32 derajat C
pemasangan ventilasi sangat diperlukan, misalnya tiap 1 meter dipasang
sebuah ventilasi.Untuk daerah bersuhu rata-rata 24-25 derajat C,
ventilasi udara relatif tidak diperlukan, atau paling tidak per empat meter
dipasang sebuah ventilasi udara.
Jarak pipa PVC dengan
plafon biasanya 50 cm.
Ventilasi pada gedung walet biasannya menggunakan pipa PVC ukuran 4 inch. Pipa PVC ini disambungkan dengan pipa lengkung atau biasa disebut kni. Kni digunakan karena memiliki fungsi sebagai berikut:
Ventilasi pada gedung walet biasannya menggunakan pipa PVC ukuran 4 inch. Pipa PVC ini disambungkan dengan pipa lengkung atau biasa disebut kni. Kni digunakan karena memiliki fungsi sebagai berikut:
·
Sebagai penekan cahaya
luar, sehingga penempatan kni di dalam gedung.
·
Sebagai penekanan
angin kencang, sehingga penempatan kni di luar gedung.
Sering terjadi
kesalahan dalam pemasangan pipa kni. Misalnya di daerah bersuhu rata-rata 31-32
derajat C, dengan kondisi angin yang tidak kencang, pemasang pipa kni berada di
luar. Hal tersebut justru mengakibatkan faktor angin tidak leluasa masuk gedung
sebab terhalang kni, sehingga sirkulasi udara di dalam gedung tidak lancar.
Seharusnya kni
dipasang di dalam agar angin dapat masuk. Sebaliknya, di daerah bersuhu
rata-rata 24-25 derajat C atau daerah angin kencang, pipa kni terpasang di
dalam gedung. Hal itu justru membuat suhu di dalam menjadi lebih drop atau
turun karena angin dapat langsung masuk gedung. Seharusnnya pipa kni dipasang
di luar agar angin kencang terhalang oleh lengkung kni.
Mengecat Dinding/Tembok
luar
Pengecatan bertujuan
untuk mengurangi intensitas penyerapan panas matahari, untuk daerah panas
bersuhu rata-rata 30-32 derajat C sangat tidak disarankan mengecat dinding
dengan warna hitam sangat menyerap panas. Tetapi yang disarankan justru cat
yang berwarna terang. Namun warna hitam cukup membantu untuk daerah yang
bersuhu dingin 24-25 derajat C.
Jenis Plafon
Jenis plafon yang
digunakan dalam gedung walet mempunyai andil besar dalam pengondisian suhu. Ada
dua jenis plafon yang biasa digunakan, yaitu plafon dari papan atau tripleks
dan plafon dari semen cor atau beton.
Untuk daerah dengan
suhu rata-rata 31-32 derajat C sebaiknya gedung walet menggunakan plafon
semen cor atau beton. Hal tersebut sangat membantu tercapainya suhu ideal dalam
gedung. Sebagian orang memfungsikan plafon tersebut sebagai dasar bak air atau
kolam agar tercapai suhu yang lebih sejuk. Sejauh tidak bocor, tidak masalah.
Namun, jika tidak
terjadi kebocoran, airnya akan membasahi siri-sirip. Akibatnya, sirip berjamur,
dan itu tidak disukai walet. Untuk daerah dengan suhu rata 24-25 derajat C
sebaiknya menggunakan plafon dari papan atau tripleks. Hal tersebut akan
membuat suhu dalalm gedung terasa hangat. Yang harus diperhatikan adalah
pemasangan papan harus serapat mungkin.
Jangan sampai terdapat
celah atau rongga pada sambungan papan sebab akan mengakibatkan kebocoran
udara. Udara dari bawah genteng turun ke bawah, begitu pula sebaliknya.
Akibatnya, suhu ruang tidak stabil. Selain itu, celah atau rongga
antarsambungan papan dapat menjadi lubang masuk kotoran dari bawah genting. Hal
itu mengakibatkan sirip-sirip menjadi kotor dan tidak disukai walet.
hujan buatan
Hujan buatan dapat
dilakukan dengan memasang sprayer yang dihubungkan dengan pipa dan dipasang di
atas atap. Pada saat matahari terik sekitar jam 11-12 siang sprayer dapat
dihidupkan, sehingga suhu ruang kembali turun.
Dinding dan Tata ruang
Dinding yang dicor
tebal akan sangat membantu karena panas tidak terlalu cepat menyerap ke dalam
gedung. batu bata merah yang disusun membujur memiliki ketebalan 25-30 cm
terbukti cukup menstabilkan suhu ruang. Di daerah Kalimantan banyak peternak
membangun rumah walet dengan dinding plesteran semen yang di dalamnya
ditambahkan Styrofoam dengan ketebalan 5 cm. Sehingga ketebalan dinding bisa
mencapai +/- 10 cm, hal ini cukup membantu mengurangi biaya selain murah juga
lebih gampang didapat.
Tebal Tipis Dinding
Bangunan untuk
budidaya walet sebaiknya berdinding tembok. Hal ini untuk menjaga kestabilan
suhu dan kelembaban di dalamnya. Untuk daerah yang bersuhu panas (31-32 derajat
C) tembok yang baik adalah yang memiliki ketebalan sekitar 24-25 cm.
Sebaliknya, untuk daerah bersuhu dingin (24-25 derajat C), tembok yang baik
adalah memiliki ketebalan sekitar 14-15 cm.
Temobok yang tebal
pada daerah panas akan menjadikan suhu dalam gedung menjadi sejuk, sedangkan
tembok yang tipis pada daerah dingin akan menjadikan suhu dalam gedung tersebut
menjadi hangat, hal ini akan terjadi apabila gedung tersebut dicat dengan warna
gelap.
Untuk daerah dataran
rendah, seperti sepanjang pantura Pulau Jawa, sebaiknya bangunan gedung walet
menggunakan tatanan batu bata melintang, dengan ketebalan tembok mencapai
sekitar 24-25 cm. Sebaliknya, untuk daerah dataran tinggi, tatanan batu bata
pada gedung walet cukup satu bata membujur sehingga ketebalan tembok hanya
sekitar 14-15 cm.
Ukuran Ruang
Tata ruang dalam
gedung walet akan berpengaruh terhadap kondisi suhu. Untuk daerah yang bersuhu rata-rata 31-32 derajat C ruang yang sempit akan mengakibatkan suhu bertambah
naik. Untuk memperoleh suhu ideal sebesar 27-29 derajat C, ukuran ruang minimal
4 x 4 m.
Untuk daerah yang
bersuhu rata-rata 24-25 derajat C ruang yang luas justru akan menyebabkan suhu
bertambah turun. Oleh karena itu aturlah ukuran ruang menjadi maksimal 4 x 4 m.
Ketinggian Ruang
Tinggi rendahnya ruang
akan memengaruhi kondisi suhu dalam gedung. Aturlah sedemikian rupa agar tinggi
ruang untuk daerah bersuhu rata-rata 31-32 derajat C minimal 3 meter. Untuk
daerah dengan suhu rata-rata 24-25 derajat C ketinggian ruang maksimal 3 meter
SALAM SUKSES
Tidak ada komentar:
Posting Komentar