Oleh
EKO BAMBANG SUWITO HADI
A. SARANG
IMITASI
Teknologi memancing walet
dengan stempel merupakan cara baru. Sebelumnya pada 1990-an, telah marak
penggunaan nilon putih yang dibentuk menyerupai sarang. Sarang imitasi itu
ditempelkan ke sirip dan disemprot cairan pemikat walet. Dengan cara ini
keberhasilan walet bersarang mencapai 90%. Sayang saat itu teknologi ini
terkendala biaya dan hasil panen. Satu lusin sarang imitasi Rp60.000 -
Rp90.000. Sarang pun tipis dan kurang utuh karena harus dikeletek dari nilon.
Bila dijual, harga sarang seperti itu lebih rendah daripada harga sarang
normal.
Pada akhir 1998, Ade H
Yamani, peternak walet di Majalengka, pernah memodifikasi cara itu dengan
menggunakan bahan yang lebih murah. Caranya, ia membuat sarang imitasi dari
karton kotak nasi, sehingga, biaya pembuatan 400 sarang hanya Rp20.000.
Karton dilekatkan ke sirip
dengan paku. Sarang karton ini pun sebetulnya cukup efektif memancing walet bermalam.
Terbukti dengan memasang 400 sarang imitasi, 320 sarang di antaranya di tempati
walet. Sayang, sarang yang dihasilkan tidak utuh sehingga harganya juga jatuh.
Saat harga sarang berkualitas baik Rp15-juta - 16-juta/kg, misalnya, sarang
dari karton hanya dihargai Rp8-juta.
Dengan memakai stempel,
persentase walet yang bersarang relatif lebih rendah dibanding sarang imitasi,
yaitu sekitar 60%. Itu pun berlaku pada daerah yang populasi waletnya masih
melimpah seperti di luar Jawa. ”Di Jawa dengan penggunaan stempel rata-rata
efektivitasnya sekitar 30%,” kata Fatich. Hal ini memang tak lepas dari kondisi
walet di Jawa yang populasinya terus menurun.
Tengoklah sejak 2005
produksi sarang walet di Jawa terutama di sentra seperti Pantura turun hingga
80%. Jadi wajar jika efektivitas pemakaian stempel relatif lebih rendah. Di
Jawa, menurut Fatich walet terpancing setelah 1 - 2 bulan. ”Peternak lain di
Tanjung Kelor, Kalimantan Timur, hanya butuh waktu 5 - 14 hari untuk memikat
walet dengan stempel,” ujarnya.
Toh, stempel memiliki
banyak keunggulan. Selain lebih ekonomis, karena 1 liter cairan seharga
Rp75.000 - sudah termasuk stempel - bisa mencetak 1.000 cap, sarang walet yang
dipanen juga utuh. Harap mafhum, stempel hanya dibuat untuk menimbulkan kesan
tempat itu pernah dipakai walet bersarang. Walet terpikat karena cairan yang
digunakan mengeluarkan aroma seperti liur walet. Soal sarang lebih utuh karena
stempel hanya digunakan walet sebagai fondasi sarang.
Aplikasi teknologi stempel
mudah. Pertama cairan dituangkan ke wadah yang di dalamnya diberi kain atau
busa. Selanjutnya stempel ditutulkan ke busa basah dan dicapkan ke sirip. Untuk
sekali tutul dapat dibuat 2 cap. Tidak ada ketentuan jumlah cap yang dibuat
pada sirip. “Sesuai dengan keinginan kita saja, bisa berjarak rapat atau
renggang,” kata Fatich. Meski demikian ada ancer-ancer yang harus dicermati.
Jarak antarcap setidaknya 5 cm. Dalam satu ruangan berukuran 5 m x 4 m,
misalnya, dapat dibuat 200 cap. Sayangnya stempel memiliki kelemahan yakni
tidak tahan lama. Jadi bila cap belum dipakai walet bersarang, pengulangan
pembuatan cap dilakukan setiap 2 - 3 pekan.
B.
KACA SUSU
Meski stempel terbukti
dapat memancing walet bersarang, menurut Fatich kunci keberhasilan walet
bersarang tetap bersandar pada kecintaan peternak pada walet. ”Kalau cinta,
peternak akan menempuh berbagai cara agar bisa membuat walet merasa hidup
nyaman di dalam rumah,” ujar pendiri Indonesian Walet Lover Family itu.
Fatich memakai istilah kaca
susu untuk 5 hal yang terkait dengan keamanan dan kenyamanan walet. Kaca susu
merupakan kependekan dari kelembapan, aroma, cahaya, suhu, dan suara.
Kelembapan idealnya antara 80 - 90%. Toleransinya hingga 95%. Kelembapan
terlalu tinggi menyebabkan sirip berjamur. Jika sirip berjamur sangat kecil kemungkinan
walet mau bersarang meski memakai stempel sarang. Kelembapan terlalu rendah
berdampak air liur walet mengering atau mengkristal di tenggorokan, sehingga
walet sulit membuat sarang.
Rumah walet diusahakan
beraroma walet supaya si liur emas tidak merasa asing di tempat itu. Kemudian
cahaya dalam rumah walet tidak boleh terlalu terang, tetapi dikondisikan
terdapat bagian-bagian agak terang dan bagian agak gelap. Suara walet lazim
digunakan untuk memancing kedatangan walet ke rumah. Suhu dijaga di kisaran 26
- 29oC dan tidak boleh melebihi 30oC atau pun kurang dari
20oC. Jika semua syarat kaca susu dipenuhi, pemakaian stempel pun
akan mempercepat memancing walet bersarang. (Tri Susanti/Peliput: Nesia
Artdiyasa)
lima tahun belakangan rumah
bergaya minimalis menjadi tren di perkotaan. desainnya yang sederhana disukai
banyak orang lantaran elegan dan boleh jadi tidak butuh dana besar untuk
membuatnya. tak hanya di bidang real estate, gaya rumah minimalis kini bisa
menjadi pilihan bagi peternak walet baru.
Rumah walet minimalis yang
dimaksud berukuran lebih kecil atau jauh di bawah ukuran standar yang rata-rata
di atas 80 m2. Bangunan rumah walet minimalis pun tak perlu tinggi.
Hanya 2-3 lantai, sudah termasuk 'rumah monyet' di bagian paling atas. Pun
ruangan di dalamnya tidak banyak bersekat.
Sejatinya rumah walet mini
ada sejak Desa Dangdeur, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Serang, Provinsi Banten,
menjadi sentra walet pada 1980-an. Di desa yang dikenal sebagai lumbung padi
itu banyak ditemukan rumah walet berukuran kecil: 2 m x 2,5 m sampai 4 m x 4 m.
Itu karena hampir semua bangunan, entah lumbung padi, kamar mandi, dapur, kamar
tidur, bahkan gardu hansip dipilih seriti untuk bersarang lalu diubah jadi
rumah walet permanen.
Mereka, para pemiliknya,
tidak berharap banyak. Bisa menjual 4-5 sarang (setara Rp400.000-Rp500.000
waktu itu) setiap bulan sudah cukup. Itu pula yang terlihat di daerah Mauk,
Tangerang, Pekutatan, Melaya, dan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali. Seriti
bersarang di lumbung padi berukuran mini.
C.
PRODUKTIF
Nun di Banjarmasin,
Kalimantan Selatan, demi menghemat biaya Bardiansyah membangun rumah walet 4 m
x 2,5 m dengan tinggi 2,5 lantai. Itu terdiri dari bangunan 2 lantai plus 1
'rumah monyet' di bagian paling atas. Tinggi tiap lantai 2,5 m. Rumah walet itu
berdiri di atas dapur. Total biaya yang digelontorkan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan itu tak sampai Rp50-juta.
'Dengan biaya murah, rumah walet terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat,'
ujarnya.
Wajarlah jika Juanda di
Palangkaraya, Kalimantan Tengah, juga tertarik membangun rumah walet. Dengan
bermodal Rp20-jutaan sopir speed boat itu merombak sebagian bangunan rumah
tinggalnya menjadi rumah walet. Rumah si liur emas itu berdinding papan, ukuran
4 m x 8 m setinggi 4 m atau 1,5 lantai.
Meski berukuran kecil, toh
3 bulan setelah dibangun, Bardiansyah melihat kotoran walet bertebaran di
lantai. Enam bulan berselang sudah ada sekitar 20 sarang walet di dalam rumah
itu. Lalu, pada Februari 2009 atau tepatnya 2 tahun sejak rumah selesai
dibangun, ia memanen 1,5 kg sarang walet yang terdiri atas 137 keping.
Rumah walet milik Juanda
bahkan lebih cepat dihuni walet. Sebulan setelah dibangun, sudah ada walet yang
menginap. Menginjak 3 bulan, beberapa sarang walet ditemukan menempel di lagur.
Panen perdana dilakukan pada September 2009, atau 1 tahun 7 bulan setelah rumah
waletnya dibangun. Total ia memanen 0,9 kg dari 96 sarang. Hasil penjualan itu
cukup untuk membayar uang masuk adiknya ke perguruan tinggi.
'Saya melakukan panen
selektif, hanya sarang berukuran besar yang tidak ada telur atau piyiknya yang
diambil. Oleh karena itu dari 300 sarang di dalam rumah hanya 96 yang dipetik,'
kata Juanda. Itu pula sebabnya bobot sarang rata-rata 9,4 g, lazimnya 8 g per
keping. Cara ini pula yang ditempuh Bardiansyah yang hanya mengambil 30% sarang
dari rumah waletnya.
D.
DESAIN KHUSUS
Agar produktif, rumah walet
minimalis harus didesain khusus. Ukuran lubang masuk misalnya. Jika di rumah walet
besar biasanya 80 cm x 1 m, di rumah minimalis hanya 40 cm x 60 cm. Jumlah
lubang masuk pun cukup 1 buah. Lubang diletakkan di arah burung terbang pulang,
jika lokasi rumah ada di lintasan walet. Namun, jika rumah itu terletak di area
walet mencari pakan, lubang masuk bebas diarahkan ke mana saja.
Twitter dipasang untuk
mengundang walet masuk. Namun jumlahnya relatif sedikit. Di rumah Bardiansyah
hanya dipasang 8 buah, sementara di tempat Juanda 20 buah. Karena rumah walet
Bardiansyah mungil, lubang antarlantai-void-berukuran 1 m x 1 m saja. Sementara
di rumah Juanda, karena ukurannya agak besar dan tinggi hanya 1,5 lantai maka
void dibuat lebih besar: 2 m x 3 m. Tujuannya agar ruang gerak walet saat
bermanuver lebih bebas.
Yang terpenting kondisi
rumah aman dan nyaman bagi walet. Kelembapan di atas 75% dan sedikit
cahaya-tidak gelap total. Oleh karena itu, cahaya yang masuk diatur agar
tercipta gradasi pencahayaan di dalam bangunan rumah. Ada bagian yang agak
terang, remang-remang, dan ada yang gelap. Ini untuk mengadaptasikan walet dari
luar ke dalam rumah. Caranya, cahaya masuk ditahan dengan memasang sekat pendek
di ujung void.
Untuk menjaga kelembapan,
tak perlu menggunakan mesin pengabut, membangun dak air atau kolam. Di rumah
walet minimalis cukup dilengkapi baskom atau ember berisi air. Juanda,
misalnya, menggunakan 25 ember yang ditaruh di lantai. Toh kelembapan di dalam
rumah kecil banyak dipengaruhi lingkungan luar. Bahkan adanya tumpukan kotoran
walet dalam ruangan saja bisa meningkatkan kelembapan. Kotoran itu mesti rajin
dibersihkan agar udara dalam gedung tetap bersih, sehat, dan gas amonia tidak
mencemari warna sarang.
Soal bahan bangunan, bisa
dipilih sesuai selera. Bardiansyah menggunakan tembok berupa batu bata dan
semen. Lantainya terbuat dari papan, bukan beton, lantaran rumah waletnya
berdiri di atas dapur. Sementara Juanda menggunakan bahan dari kayu meranti
baik untuk tembok, lantai maupun lagurnya. 'Karena biaya murah, modal bisa
kembali setelah 2 kali panen sarang,' ujar Juanda. (Tri Susanti & Drs
Arief Budiman, konsultan walet di Kendal, Jawa Tengah)
suaranya bisa terdengar
lebih jauh. itulah sepenggal kalimat iklan produk televisi berteknologi suara
bazooka beberapa tahun lalu. ungkapan itu pas menggambarkan temuan baru tweeter
rumah walet yang dapat memancarkan suara jauh: tweeter bazooka.
Tweeter berbentuk tabung
layaknya meriam itu mulai dilirik peternakCollocalia fuciphaga di
tanahair seperti Pontianak, Kalimantan Barat, dan Surabaya, Jawa Timur. Pun
peternak di Malaysia dan Vietnam. Musababnya tweeter baru ini selain berfungsi
memancing walet juga ramah lingkungan. Tidak menimbulkan suara bising yang
mengganggu penduduk sekitar rumah si liur emas.
Tweeter konvensional
bertipe corong disinyalir cukup menimbulkan gangguan. Tiga tahun lalu di sentra
walet di Sedayu, Gresik, Jawa Timur, sekelompok masyarakat sampai mendatangi
sebuah rumah walet akibat bunyi tweeter yang tak putus-putus sepanjang hari.
'Mereka terganggu karena suara tweeter corong menyebar sampai pemukiman warga,'
ujar Ubaidillah Thohir, praktisi walet di Gresik. Beruntung masalah ini bisa
diselesaikan dengan damai. Itu tak bakal terjadi jika menggunakan tweeter
bazooka.
Jarak jauh
Tweeter bazooka tak hanya
memfokuskan suara ke satu titik, tapi juga dapat memancarkan gema suara lebih
jauh. Tweeter konvensional menjangkau jarak sekitar 100 m. 'Bahkan bisa lebih
pendek, hanya 50 m, kalau terhalang gedung-gedung walet lain seperti di sentra
walet Sedayu,' ujar Ubaidillah.
Tweeter bazooka dibuat
dengan cara memodifikasi moncong tweeter konvensional. 'Jika moncong tweeter
dimodifikasi lebih panjang, frekuensi makin rendah dan gelombang suara makin
panjang sehingga suara dapat terdengar lebih jauh,' ujar Hary K Nugroho,
konsultan walet di Kelapagading, Jakarta Utara. Tak hanya itu, kelebihan
tweeter bazooka mempunyai daya sampai 100 watt; tweeter konvensional berdaya 1
watt. Itu artinya kekuatan suara tweeter bazooka jauh lebih tinggi, menjangkau
area sejauh 500-1.000 m.
Meski suara lebih fokus,
tetapi pemasangan tweeter bazooka perlu cermat. 'Jangan sampai salah sasaran,'
ujar Harry. Untuk mengundang walet, tweeter di pasang di atap gedung dengan
kemiringan sekitar 450 ke arah langit yang biasa dilalui walet. Tweeter bukan
diarahkan ke gedung atau benda lain di sekitarnya. Oleh karena itu menurut
Philip Yamin, konsultan walet, tweeter bazooka harus dipasang pada ketinggian
minimal setingkat lebih tinggi daripada bangunan di sekitarnya.
Lubang tweeter tidak boleh
kemasukan air hujan yang berakibat suara tidak lepas. Jadi tweeter perlu
diletakkan di teras atau di bawah atap pelindung. Cara lain dengan mengatur
kemiringan hingga 200. Makin kecil sudut, makin kecil kemungkinan kemasukan
air. 'Yang penting tweeter tetap mengarah ke langit, bukan gedung,' ujar Hary.
Jika rumah walet kecil,
misal berukuran 8 m x 12 m, cukup menggunakan sebuah tweeter bazooka. Namun,
kenyataannya ada juga yang menggunakan 4 tweeter sekaligus dengan mengarahkan
suara ke empat penjuru mata angin. Menurut Hary pemasangan tweeter lebih dari
satu kurang efektif karena hanya akan membuat walet bingung. Ia hanya terbang
memutar-mutar mengelilingi suara, tidak tergiring masuk gedung.
Untuk mengarahkan walet
yang terpancing masuk, di tiap lubang keluarmasuk dan di dalam rumah dapat dipasang
tweeter biasa berukuran kecil. Menurut Philip kunci keberhasilan mengundang
walet masuk, tetap tergantung jenis suara pancingan yang diputar. 'Meski pakai
bazooka, tapi jika suaranya salah atau jelek susah berhasil memancing walet,'
ujarnya. Yang dimaksud Philip, suara salah misalnya memancing walet di luar
dengan suara walet mengeram.
Multi media
Di dalam dunia
pancing-memancing walet, tak hanya tweeter yang dimodifikasi, tapi juga media
penyimpan suaranya. Pada awal perkembangannya sumber suara pemancing berasal
dari kaset yang diputar. Sejalan dengan perkembangan teknologi kemudian beralih
ke CD, lalu menggunakan USB, dan kini multimedia card (MMC).
MMC yang sebetulnya sudah
diperkenalkan sejak 5 tahun lalu, mulai digunakan peternak walet di Jawa dan
luar Jawa. MMC memiliki kapasitas suara lebih besar. Ia bisa menyimpan beragam
jenis suara dalam satu keping kartu yang sangat kecil. Selain itu lebih awet
dibanding media lain. Sayangnya, suaranya tak sejernih CD. CD walet lebih
disukai peternak karena suara yang dihasilkan lebih jernih. 'Namun jika diputar
nonstop umurnya paling lama 6 bulan,' ujar Ubaidillah.
Sementara alat pemutar atau player dipilih
sesuai media penyimpan suara. CPU termasuk player multifungsi
karena dapat digunakan untuk CD, USB, maupun MMC. CPU dapat dihubungkan dengan
2 kabel outputuntuk suara luar dan dalam. Alat ini juga dapat
dilengkapi timer alias pengatur waktu sehingga interval
pemutaran suara dapat diatur.
'Agar media dan piranti
pemutar awet, sebaiknya suara tidak diputar nonstop,' ujar Hary. Di sinilah
letak keunggulan timer. Dengan memori hingga 16 perintah, timer
dapat digunakan untuk mengatur waktu pemutaran suara sesuai keinginan peternak.
Pagi, misalnya, playerdinyalakan pukul 06.00-09.00, siang hari
11.00-14.00, dan malam pukul 15.00-20.00.
Tak hanya itu, kini ada CPU
pemutar suara walet yang dilengkapi telepon seluler. Dengan kemajuan teknologi
itu, peternak yang tinggal jauh dari rumah walet dapat mengetahui gangguan
teknis pada player. Misal jika aliran listrik padam sehingga player tidak
bekerja, secara otomatis 'telepon CPU' akan menghubungi nomor si empunya.
Hubungan telepon itu tidak akan putus sampai si empunya menelepon balik ke
nomor tersebut-artinya pemilik menyadari ada masalah dengan player di rumah waletnya.
Dengan modifikasi dalam teknologi walet, upaya memancing walet dapat lebih
mudah. (Tri Susanti)
rumah walet berukuran 4 m x
12 m setinggi 2,5 lantai di ciampea, bogor, jawa barat, itu baru berumur 1
bulan. namun, ketika rumah baru itu dibuka, kotoran walet bertebaran
menyelimuti lantai. pun cericit walet terdengar ramai bak rumah umur 1 tahun.
Menurut Ir Lazuardi
Normansah, sang pemilik, rumah itu telah dihuni sekitar 200 walet. Normalnya,
rumah baru paling banter dihuni 20 walet atau bahkan hanya seriti. Hal serupa
dialami Doni - nama samaran - peternak walet di Serpong, Tangerang. Tiap sore
walet yang pulang dan menginap di rumahnya bertambah banyak. 'Walet-walet itu
seperti membawa serta 'teman-teman' baru,' ujarnya.
Rupanya kedua peternak itu menggunakan
aroma pemikat walet untuk memancing kedatangan Collocalia fuciphaga. Namun,
penggunaannya lain dari biasa. Aroma itu dicampur dengan air dalam wadah
tampungan mesin kabut melalui selang. Perbandingannya 2 atau 3 bagian air dan 1
bagian aroma pemikat. Lantas mesin yang biasa digunakan pekebun tanaman hias
itu diletakkan di antara roofing room dan nesting room dan dioperasikan selama
3 - 5 menit.
Tiap jam 5 pagi saat walet
berangkat mencari pakan dan tiap sore saat rombongan besar walet pulang, mesin
kabut itu dioperasikan. Ketika walet-walet itu beterbangan melewati nesting
room dan roofing room, kabut aroma pemikat menempel di bulu-bulu mereka. Esok
harinya saat mencari pakan dan kembali pulang, anggota rombongan bertambah
besar. Walet liar terpikat ikut rombongan pulang. 'Diduga aroma yang menempel
di tubuh walet menarik walet lain (bukan penghuni, red) ikut masuk,' kata
Lazuardi. Itulah yang menyebabkan populasi waletnya berkembang sangat pesat.
Walet muda
Aroma pemikat walet memang
jamak digunakan peternak untuk memancing kedatangan walet di rumah-rumah walet
baru. Cara dan bahan yang digunakan beragam, mulai dari yang sederhana sampai
kompleks. Ada yang melaburkan telur itik ke dinding ruangan, mengoleskan air
cucian sarang pada lagur, dan merendam sarang tiruan dalam ramuan pemikat
komersial. Itu karena walet memang tertarik beberapa aroma tertentu. 'Aroma
ikan, udang kering, dan tembakau adalah beberapa contoh yang disukai walet,'
ujar Lazuardi. Sebaliknya, aroma durian dan cumi-cumi tidak disukai.
Menurut Harry KNugroho,
praktikus walet di Kelapagading, Jakarta Utara, aroma pemikat walet selama ini
hanya digunakan di dalam rumah walet. 'Fungsinya untuk menghilangkan bau semen
sehingga burung merasa nyaman dan seolah-olah rumah walet sudah lama dihuni,'
ujar Harry. Belum pernah terpikirkan aroma pemikat digunakan untuk memikat
walet saat berada di udara bebas.
Hal itu juga diakui
Lazuardi. 'Aroma pemikat walet memang tidak bisa berfungsi untuk memikat walet
dari jarak jauh layaknya tweeter (pengeras suara, red),' ujarnya. Jika
dioleskan ke lubang keluar-masuk, paling banter bisa tercium walet dari jarak
10 - 11 meter. Nah, jika aroma itu melekat di bulu-bulu walet, otomatis bisa
terbawa ke jarak yang lebih jauh bersamaan walet pergi mencari pakan. Aroma
pemikat disemprotkan 2 kali sehari untuk mengantisipasi jika lebih cepat
menguap di udara bebas.
Kendati begitu, berdasarkan
pengalaman pemilik jasa konsultasi Multi Walet itu, aroma pemikat tidak menarik
perhatian walet yang sudah pernah bersarang atau bertelur di tempat lain.
Sebab, burung-burung itu sudah mempunyai ikatan dengan telur atau anak-anaknya
di rumah lama.
Kecuali jika di tempatnya
bersarang ada gangguan yang menyebabkan walet harus mengungsi. Misalnya, sarang
dipanen tidak beraturan atau terjadi kebakaran. 'Aroma pemikat hanya efektif
untuk memancing walet-walet remaja yang belum mempunyai pasangan atau baru
belajar terbang,' ungkap Lazuardi.
Baru
Kemampuan aroma walet
memikat sasaran tergantung bahan yang digunakan. Lazuardi menggunakan ramuan
baru yang telah diujinya selama 4 tahun. Bahan utamanya air hujan, liur walet,
dan sejenis rumput-rumputan diramu dengan 4 bahan alami lain. 'Efeknya paling
bagus jika ramuan sudah mengeluarkan gas,' ujarnya. Cirinya, jerigen tempat
ramuan itu tampak menggembung, dan cairan berubah warna dari biru menjadi
keabu-abuan.
Untuk aplikasi langsung
dimasukkan ke mesin kabut, dan dioleskan pada lagur serta lubang keluar-masuk.
Aroma pemikat itu baunya akan semakin kuat dan tahan lama jika dioleskan ke lagur
yang porous seperti kayu sengon. Aroma itu bisa tahan 2 - 3 bulan di dalam
ruangan dan sekitar 2 minggu di lubang keluar-masuk.
Pengolesan di lagur dan
lubang keluar-masuk walet efektivitasnya tinggi. Dampak itu dirasakan Jayadi.
Awalnya peternak di Jakarta itu hampir putus asa lantaran rumah walet yang baru
dibeli ternyata sudah kosong selama 2 tahun. Iseng-iseng ia mengoleskan 2
jerigen ramuan pemikat walet ke sirip dan lubang keluar masuk. Rumah walet
lantas digembok dan ditinggalkan begitu saja selama 4 bulan.
Ketika ditengok kembali,
hasilnya membuat Jayadi kaget. Di dalam rumah 3 lantai seluas 200 m2 itu
ia menjumpai 80 sarang walet. Kini setelah 8 bulan, sudah ada 255 sarang walet
di rumah itu. Umumnya, burung walet baru bersarang di rumah baru setelah 5 - 8
bulan. Bahkan di rumah walet Jayadi terdahulu, setelah 2 tahun baru terdapat 50
sarang.
Meski begitu, para peternak
sepakat: tidak boleh hanya mengandalkan aroma pemikat. Kondisi mikro rumah
tetap harus diutamakan. Meski diolesi ramuan pemikat, jika rumah kotor dan
kondisi lingkungan tidak sesuai, walet tidak akan merasa nyaman. Untuk itu
Lazuardi menyarankan kelembapan rumah harus tetap dijaga di kisaran 80 - 90%
dan suhu 28 - 30oC. Jika sudah begitu, impian peternak untuk
mendengar cericit walet di rumah baru, bukan sekadar impian. (Tri Susanti)
tujuh tahun silam hanya ada
segelintir rumah walet di bontang, kalimantan timur. jumlahnya kini melesat
hingga 100 rumah. musababnya peningkatan produksi sarang sangat fantastis.
setiap rumah dalam 2 tahun rata-rata berproduksi 1.300 sarang atau setara 11
kg.
Pencapaian produksi itu
hampir sama dengan di Metro, Lampung, ketika mulai jadi sentra. Dalam hitungan
tahun, produksi sarang sudah mencapai puluhan kilo dari rumah berukuran 10 m x
12 m setinggi 2 lantai. Itu artinya peningkatan produksi jauh lebih tinggi
ketimbang rumah-rumah walet di Jawa seperti di Haurgeulis (Indramayu, Jawa
Barat), Cilamaya (Jawa Barat), Pekalongan (Jawa Tengah), dan Sedayu (Jawa
Timur) yang rata-rata 5-7 kg untuk rumah berumur 2 tahun.
Bontang memungkinkan
menjadi sentra walet potensial karena populasi walet cukup besar. Sementara
jumlah rumah walet masih terbatas. Di Kota Minyak itu areal pesawahan
terbentang luas dan kelestarian hutan terjaga baik sehingga menjadi tempat persinggahan
nyaman bagi walet. Lihatlah saat matahari mulai meninggi, burung-burung pemakan
serangga itu terbang rendah menyambar pakan dari rumpun-rumpun padi. Sebagian
lagi terlihat 'bergerilya' di pinggiran hutan mengerubungi pohon akasia yang
mengeluarkan kutu pakan favorit si liur emas.
Sejatinya sebelum 2000-an
di Bontang tidak terdapat komunitas walet. Diduga walet datang dari wilayah
Kabupaten Berau-berjarak kurang lebih 100 km dari Bontang-mereka bermigrasi
lantaran lingkungannya terusik. Berau selama ini dikenal sebagai sentra walet
gua. Namun, karena pemanenan sarang yang serampangan, Collocalia fuciphaga itu
banyak yang meninggalkan Berau.
Salah desain
Berkah dari walet migrasi
itu dirasakan seorang pemilik rumah walet di pinggiran kota Bontang. Setiap
kali panen dari rumah berukuran 8 m x 10 m setinggi 3 lantai, ia memanen 3.000
sarang. Menurut perempuan yang tidak mau disebut namanya itu, rumah dibangun 4
tahun lalu. 'Ketika rumah selesai dibangun, yang masuk langsung walet,' tutur
Ir Lazuardi Normansah, konsultan di Jakarta Barat yang berkunjung ke Bontang
pada November 2008. Sarang yang dihasilkan pun putih, lebar, dan tebal.
Menurut Lazuardi
rumah-rumah yang sudah berumur di atas 2 tahun berproduksi rata-rata 10-11 kg.
Dengan sekitar 50 rumah yang berproduksi tinggi-panen tidak berbarengan-setiap
minggu terkumpul tidak kurang dari 100-150 kg sarang walet di Bontang.
Sarang-sarang itu kemudian dibeli oleh para pengepul dari Balikpapan,
Kalimantan Timur. 'Harganya naik-turun sesuai pasaran,' katanya. Sekarang
berada di posisi Rp11-juta/kg.
'Jika tata ruang rumah
walet diperbaiki, hasil produksi bisa ditingkatkan,' tutur Lazuardi. Ia melihat
kondisi beberapa rumah walet di Bontang salah desain. Akibatnya, produksi tidak
maksimal. Bahkan sebuah rumah walet berukuran 6 m x 13 m yang terletak 20-30 km
dari kota Bontang, sudah 3 tahun tidak berpenghuni. Sementara rumah-rumah walet
di sekitarnya menghasilkan puluhan kilo sarang.
Berdasarkan pengamatan
Lazuardi kondisi ruangan rumah walet itu terlalu gelap. Ini membuat walet
kesulitan memasuki ruangan demi ruangan. Mengatasinya, 'Cukup diberi lampu 5
watt,' ujarnya. Selain itu suhu ruangan terlalu panas: 33oC karena lubang angin
berdiameter 10 cm banyak yang disumbat. Idealnya suhu ruangan rumah walet 28-29oC
dengan kelembaban lebih dari 80%. 'Jika sumbat dibuka, walet pasti bisa tinggal
lebih nyaman,' Lazuardi meyakinkan.
5 kali lipat
Meski populasi walet di
Bontang banyak, untuk memancingnya masuk rumah, para pemilik tetap menggunakan
CD suara walet. Speaker pemanggil walet ditempatkan di atas atau di bawah
lubang keluar-masuk dan di tengah ruangan agar bisa terdengar di semua sudut.
Lubang keluar-masuk sebaiknya dibuat 2 buah, misal dari arah utara dan barat.
Maksudnya agar walet bisa leluasa memilih jalan keluar-masuk yang dianggap
nyaman. Idealnya ukuran lubang keluar-masuk 20 cm x 80 cm untuk yang di utara
dan 30 cm x 100 cm di barat.
Lalu soal sirip, bilah
papan untuk menempelnya sarang. Di Bontang banyak pemilik rumah walet
menggunakan kayu meranti. Kayu ini dipilih karena lebih kuat ketimbang sengon
dan ketersediaannya melimpah. Sirip selebar 20 cm itu dipasang membentuk
persegi empat dengan panjang 2 m. Jarak antarsirip maksimal 30 cm. Lebih dari
itu burung merasa tidak nyaman sehingga malas membuat sarang.
Selain bentuk bangunan,
teknik-teknik budidaya walet di Bontang pada dasarnya sudah mengadopsi teknik
modern di Jawa dan Sumatera. Maklum sebagian investor yang membangun rumah
walet di sana adalah para praktisi di Pulau Jawa, seperti Cirebon dan Surabaya.
Mereka menjadikan Bontang sebagai ladang bisnis setelah Pontianak dan Ketapang,
di Kalimantan Barat dianggap jenuh. Berdasarkan pengamatan Harry K Nugroho,
praktikus di Kelapagading, Jakarta Utara, kini di Pontianak ada sekitar 500
rumah walet dan di Ketapang 400-500 rumah.
Sebelumnya kedua kota itu
menjadi sasaran pebisnis walet. 'Dulu Pontianak dan Ketapang mendapat limpahan
walet dari Kalimantan Tengah yang habitatnya rusak akibat kebakaran dan
penebangan hutan,' kata Harry. Sekarang giliran Bontang yang jadi sasaran
pebisnis walet.
'Dibanding Samarinda dan
Balikpapan, populasi walet di Bontang memang lebih tinggi. Jumlahnya mencapai
3-5 kali lebih tinggi daripada Samarinda,' papar Lazuardi. Kendati begitu,
Samarinda dan Balikpapan tetap menjadi lokasi incaran bagi yang ingin membangun
rumah walet di Kalimantan Timur. Buktinya, 'Pada 2008 banyak bermunculan rumah
walet di Balikpapan dan Samarinda,' ujar Vianny Cin Hiong, konsultan di Jakarta
Barat. (Lastioro Anmi Tambunan)
benarkah walet setia? untuk
membuktikan hal itu earl of cranbrook, ma , phd, dsc beserta rekannya, dr lim
chan koonmelakukan percobaan sederhana di sebuah gua di baram, malaysia, pada
1997. peneliti asal inggris itu mengoleskan setitik cat putih sebelum sarangnya
diambil. keesokan hari setelah sarang dipanen walet yang sama berada di tempat
sarangnya yang lama.
Kesetiaan itu tak lepas
dari kondisi mikro dan makro ideal di sekitar rumah walet seperti suhu,
kelembapan, dan curah hujan sehingga walet betah tinggal. Kondisi mikro dan
makro itu disesuaikan dengan keadaan gua-habitat asli walet.
Rumah walet menjamur sejak
1990-an, terutama di Pulau Jawa, sebab sarangnya bernilai ekonomi tinggi. Jenis
yang banyak 'dirumahkan' adalah walet sarang putih Collocalia fuciphaga.
Maklum harga jualnya mencapai Rp10-juta-Rp13-juta/kg. Jenis lain adalah sriti C.
esulentayang harga sarangnya berkisar Rp1-juta-Rp1,5-juta/kg.
Pembangunan rumah walet itu
lalu merambah ke Sumatera dan Kalimantan. Namun, walet bukan monopoli
Indonesia. Sejatinya ada 26 jenis walet menghuni wilayah Indopasifik dari
Madagascar melalui Indo-Malaya, Filipina, Himalaya Timur, Hawaii, danKaledonia
baru. Masing-masing terbagi dalam 3 kelompok: waterfall swift alias giant
swiftlet (1 spesies dari keluarga Hydrocous), glossy swift (3
spesies dari Hydrochous), dan black-brown swiftlet (22 spesies
dari jenis Aerodramus).
Sembilan di antaranya
berada di subwilayah Sunda: H. gigas, C. esculenta, C.
linchi, A. brevirostris, A. maximus, A.
vulcanorum, A. salanganus, A. germani, dan A.
fuciphagus atau Collocalia fuciphaga. Bagaimana pandangan
Lord Cranbrook tentang walet terutama di Indonesia? Berikut petikan wawancara
wartawan Trubus, Lastioro Anmi Tambunan, dengan
penggiat lingkungan itu.
Menurut Anda bagaimana
perkembangan walet di Indonesia?
Pembangunan rumah walet
pertama kali tercatat di Pulau Jawa sekitar pertengahan abad ke-19. Selanjutnya
berkembang ke Kalimantan khususnya Banjarmasin. Berikutnya marak di Pulau
Sumatera. Yang mengejutkan populasi C. fuciphaga kini ditemukan
di Sulawesi. Misal di Polewalimandar, Sulawesi Barat, yang ditulis di majalah
Anda (Trubusedisi Oktober 2009, red). Padahal Sulawesi bukan daerah
lintasan C. fuciphaga. Pulau itu mayoritas dihuni C.
esculenta.
Bagaimana hal itu dapat
terjadi?
Berdasarkan pengamatan
teman saya, Boedi Mranata (pemain walet senior Indonesia, red),
burung-burung itu bermigrasi dari Kalimantan karena terjadi kebakaran hutan
besar di sana. Kemungkinan lain, walet bermigrasi dari Pulau Jawa yang
populasinya mulai jenuh.
Negara mana yang juga
mengembangkan rumah walet?
Malaysia salah satu yang
demam membangun rumah walet. Di Penang, Malaysia, rumah walet di atas ruko
pertama kali dicatat pada 1947. Pada 1950-an terlihat di rumah tradisional di
Taiping. Berikutnya di Terengganu sebelum 1974. Selain Malaysia, pembangunan
rumah walet mulai marak di Vietnam sejak 1970-an. Bahkan di Thailand Selatan
berdiri kondominium walet yang menjadi salah satu tempat wisata. Namun,
jumlahnya lebih kecil ketimbang Indonesia. Karena itu wajar Indonesia menjadi
eksportir terbesar sarang khususnya sarang walet putih.
Selain C. fuciphaga,
spesies apa yang menghasilkan sarang untuk konsumsi dan bernilai jual tinggi?
Ada 3 spesies lain, yakni Aerodramus
maximus, A. germani, dan A. linchi. Ketiganya
tersebar di Indopasifik. A. germani yang bersarang putih,
misalnya, banyak ditemukan di Pulau Condore, Vietnam. Selain itu di kepulauan
pantai Thailand, Myanmar, dan Filipina.
Seorang peternak di
Mojokerto, Jawa Timur, berhasil menernakkan walet dari telur hingga dewasa di
dalam rumah. Selama itu walet tidak keluar untuk mencari pakan karena
disediakan di dalam rumah. Bagaimana pendapat Anda tentang hal tersebut?
Hal itu dapat dilakukan.
Namun, butuh lahan luas dan ketersediaan pakan yang besar. Yang terpenting walet-walet
hasil tangkaran itu mampu menghasilkan sarang berkualitas baik. Menurut saya
masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut soal itu.
Bila pakan mesti
disediakan, serangga jenis apa yang lazim dikonsumsi walet?
Walet termasuk pemilih. Ia
hanya mengkonsumsi serangga tertentu. Lazimnya serangga itu berasal dari
keluarga Arthropoda. Collocalia esculenta cyanoptila, misalnya,
menyukai Chalicidoide, Brachycera, Formicoidea, Homoptera, Coleoptera, dan
Nematocera. Pencarian pakan di alam biasanya dimulai pagi dan walet kembali ke
rumah sore harinya. Jumlah pakan melimpah terutama saat musim hujan. Saat itu
walet tidak perlu jauh mencari pakan sehingga bobot sarang yang dihasilkan
maksimal, yakni 5-10 g. Jumlah itu 50-80% dari bobot tubuhnya.
Apakah ada pengaruh
pemasangan speaker dan tweeter untuk memancing walet masuk ke rumah?
Setiap rumah walet saat ini
menggunakan bunyi-bunyian untuk mengundang walet. Sejatinya walet hidup
berkoloni. Mereka tertarik masuk saat mendengar suara teman temannya di dalam
rumah. Berdasarkan penelitian Sonografi pada 1958, setiap 2 detik A. maximus
mengeluarkan suara berkekuatan 5-20 Khz.
Berdasarkan penelitian Anda
apakah walet sarang putih penghuni gua sama dengan walet rumahan?
Belum ada bukti koloni
walet rumahan ditemukan juga dalam gua. Sebuah penelitian di Malaysia
menyebutkan adanya perbedaan genetik antara A. fuciphagus vestitus rumahan
dengan gua. Tingkah laku walet rumahan juga berbeda. Mereka mencari rumah
bangunan walet untuk bersarang, bukan gua. Karena itu walet rumahan dapat
dikatakan sebagai Aerodramus 'domesticus'.
Sejatinya betina
menghasilkan maksimal 2 telur per musim kawin. Mengapa dalam sebuah sarang
kerap ditemukan 3 telur?
Kemungkinan itu karena ada
betina yang salah meletakkan telurnya. Bila pun betina memproduksi 3 telur tapi
yang tumbuh dewasa hanya 2 ekor. Yang seekor mati karena tubuhnya lemah.
Apa yang harus dilakukan
untuk memajukan perwaletan?
Industri sarang walet
semakin meningkat dengan harga jual sarang yang tinggi. Sayangnya belum ada
sekolah khusus yang mendalami perwaletan. Padahal penelitian berperan penting
untuk mengetahui keragaman, suara, dan aktivitas pembuatan liur terhadap waktu
pijah. Sementara riset genetik dapat menghasilkan walet berkarakter sesuai
dengan yang diinginkan peternak. Dengan memahami aturan garis keturunan kita
dapat membuat walet resisten secara genetik terhadap suatu penyakit sehingga
berdampak positif pada perekonomian. ***